Oleh: Pdt. Yakub Tri Handoko
Sebagian di antara kita mungkin tidak pernah berpikir bahwa kita adalah pencuri. Hal ini terjadi mungkin karena kita berpikir bahwa kita tidak pernah mengambil, merampok atau merampas harta milik orang lain. Tapi apa kata Alkitab tentang melanggar perintah kedelapan: “Jangan mencuri”?
Pertama, memiliki motivasi yang keliru terhadap kekayaan. Di Amsal 28:20 dikatakan, “Orang yang dapat dipercaya mendapat banyak berkat, tetapi orang yang ingin cepat menjadi kaya, tidak akan luput dari hukuman.” Orang yang ingin lekas kaya dikontraskan dengan orang yang dapat dipercaya. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang ingin lekas kaya ini adalah orang yang tidak bisa dipercaya karena mereka melakukan segala hal untuk mendapatkan kekayaan. Rasul Paulus di dalam 1Timotius 6:6-9 menegur orang-orang yang memandang ibadah sebagai sarana untuk mendatangkan keuntungan. Mereka berpikir bahwa kalau mereka beribadah dan hidup saleh maka itu akan mendatangkan kekayaan bagi mereka. Konsep atau motivasi yang keliru semacam ini mudah kita temukan di banyak orang Kristen terutama di aliran-aliran tertentu. Mereka sudah tergolong melanggar perintah yang kedelapan.
Kedua, mengandalkan kekayaan. Di dalam Lukas 12:16-21 ada sebuah perumpamaan yang sangat terkenal yaitu tentang seorang yang kaya raya dan ingin terus menambah kekayaannya. Ia membuat gudang yang baru untuk menyimpan kekayaannya yang semakin hari semakin banyak. Tetapi Tuhan mengatakan, “Celakalah kamu hai orang kaya yang bodoh.” Mengapa Tuhan mengatakan demikian? Karena dia mengandalkan kekayaannya. Tindakan seseorang yang mencuri sebetulnya berbicara tentang masalah hati yang tidak lurus di hadapan Tuhan. Dia mengandalkan harta dan bukan mengandalkan Tuhan untuk memenuhi kebutuhannya. Mungkin dia tidak mengambil harta milik orang lain tetapi hatinya sama dengan seorang pencuri, lebih mengandalkan kekayaannya daripada mengandalkan Tuhan.
Ketiga, tidak menghiraukan hak orang lain yang miskin atau tertindas. Di dalam Yeremia 5:28 Tuhan menegur bangsa Yehuda karena tidak membela hak anak yatim piatu dan para janda. Di dalam budaya patriakhal Yahudi kuno, menjadi anak yatim atau menjadi yatim piatu atau menjadi janda adalah situasi yang sangat tidak menguntungkan. Mereka membutuhkan perlindungan dan pertolongan orang yang lebih kuat. Celakanya, beberapa orang Yehuda pada waktu itu -termasuk para pemimpin- tidak menghiraukan hak-hak para janda dan anak-anak yatim. Ini merupakan pencurian karena para janda dan anak yatim berhak mendapatkan perlindungan dan pembelaan dan hal ini sudah diatur oleh Tuhan. Kalau ada orang lain yang seharusnya mampu memberikan hak itu tetapi tidak melakukannya, maka pada dasarnya orang itu telah mencuri hak orang lain.
Keempat, memanfaatkan kemiskinan orang lain untuk mendapatkan keuntungan. Di dalam Keluaran 22:25-27 terdapat perintah: kita tidak boleh memberikan hutang kepada orang miskin di antara umat Tuhan dengan menarik bunga. Hal ini berarti memberikan hutang sebetulnya tidak berdosa. Bahkan memberikan hutang untuk mendapatkan bunga juga tidak salah kalau yang berhutang bukan orang miskin. Tapi kalau yang berhutang adalah orang miskin maka memberikan bunga atau menarik bunga dari orang itu merupakan sebuah pencurian, karena orang yang miskin berhak untuk ditolong bukan untuk dimanipulasi.
Di ayat yang sama dikatakan, kalau ada saudaramu yang menggadaikan jubahnya demi mendapatkan sesuatu untuk kebutuhan makan maka barang itu tidak boleh disimpan sampai matahari terbenam, karena kalau dia orang miskin, dia sangat membutuhkan jubah itu. Mengapa? Karena konteks pada waktu adalah cuaca malam hari itu sangat dingin dan orang miskin itu bisa sakit atau bahkan mati kedinginan tanpa jubah itu. Karena itu ia sangat membutuhkannya. Jadi kita sangat dilarang memanfaatkan atau memanipulasi bahkan mengeksploitasi kemiskinan orang lain untuk mendapatkan keuntungan.
Kelima, melakukan kecurangan dalam pekerjaan atau dalam kepemilikan sesuatu. Kitab Amsal begitu sering mencatat tentang neraca atau timbangan yang jujur dan tidak curang. Ketika berdagang kita perlu memastikan bahwa semuanya kita lakukan dengan cara yang benar. Amsal 11:1 dan 20:23 berbicara tentang timbangan yang benar atau neraca yang adil dan jujur serta tidak mengambil keuntungan dari orang lain. Ulangan 19:14 juga mengatakan bahwa kita harus menghargai batas tanah milik orang lain, karena batas itu memberitahu kita bahwa itu adalah milik orang lain. Begitu kita menggeser batas tanah, maka kita telah mencuri apa yang menjadi hak orang lain. Tuhan memberkati kita!
Related posts