Oleh: Pdt. Yakub Tri Handoko

Dalam edisi yang lalu kita sudah melihat lima wujud pelanggaran terhadap perintah yang kedelapan: Jangan Mencuri. Mungkin tanpa kita sadari, kita telah melakukan beberapa di antaranya. Hari ini kita akan melihat empat wujud pelanggaran yang lain terhadap perintah kedelapan ini.

Keenam, tidak mau bekerja sehingga menggantungkan hidup pada orang lain atau mencuri harta orang lain. Di dalam 2Tesalonika 3:7-12, Paulus menyinggung tentang sebuah persoalan yang dihadapi oleh jemaat di Tesalonika. Mereka terpengaruh oleh ajaran-ajaran sesat yang mengatakan bahwa Tuhan Yesus akan datang kedua kali pada masa itu sehingga mereka tidak lagi peduli dengan pekerjaan. Mereka meninggalkan pekerjaan mereka, bermalas-malasan dan hidup sembarangan karena mereka berpikir toh sebentar lagi Tuhan akan datang. Rasul Paulus sangat mengecam hal tersebut dan berkata bahwa mereka harus bekerja untuk diri mereka sendiri dan untuk membantu orang lain. Di dalam Efesus 4:28 Paulus mengatakan bahwa orang yang mencuri hendaklah jangan mencuri lagi. Hal ini menunjukkan bahwa orang Kristen pun tidak kebal terhadap pencurian ini; yaitu mereka yang menggantungkan hidup pada orang lain, tidak mau bekerja, padahal mereka mampu untuk bekerja. Ini adalah salah satu bentuk pencurian.

Ketujuh, menerima hasil pencurian. Di dalam Amsal 29:24 tertulis bahwa “orang yang menerima hasil curian”, atau dalam terjemahan lain, “orang yang berkawan atau berpartisipasi di dalam pencurian”, membenci jiwanya, karena ia tahu persis bahwa tindakan itu mendatangkan hukuman atau kutukan dari Allah. Sekalipun ia tidak langsung melakukan pencurian, tetapi ia menerima hasil curian tersebut atau menjadi penadah, maka itu tetap tergolong pencurian. Menerima dan menikmati hasil pencurian serta mendapatkan keuntungan dari hasil pencurian merupakan pencurian.

Kedelapan, tidak membayar hutang. Di dalam Mazmur 37:21 tertulis, “Orang fasik meminjam dan tidak membayar kembali, tetapi orang benar adalah pengasih dan pemurah.” Perbedaan antara orang fasik dan benar adalah orang fasik berhutang dan tidak membayar, tetapi orang benar adalah pemurah dan penyayang. Orang benar bukan hanya tidak berhutang, tetapi dia memberikan bantuan kepada orang lain. Saya tidak mengatakan bahwa segala macam jenis hutang adalah berdosa. Tetapi saya ingin mengatakan di dalam bagian ini bahwa orang Kristen yang berhutang, maka orang itu harus membayarnya. Tidak membayar hutang adalah bentuk kefasikan. Berapa banyak dari antara kita yang suka berhutang untuk hal-hal yang tidak perlu dan berhutang dengan cara yang tidak benar? Kita berhutang hanya untuk memenuhi hawa nafsu kita dan untuk memenuhi taraf hidup tertentu yang kita inginkan atau yang terlalu tinggi, lebih tinggi daripada penghasilan kita. Kita hanya mengikuti tekanan sosial sehingga memilih level hidup tertentu dan kita berhutang untuk hal-hal yang tidak penting. Ketika kita berhutang untuk hal-hal yang tidak penting, maka hal itu dikategorikan sebagai salah satu bentuk dari pencurian.

Kesembilan, hidup berfoya-foya dalam keborosan. Alkitab berulang-ulang memberikan kritikan, peringatan atau bahkan kecaman terhadap orang-orang yang hidup bermewah-mewahan, misalnya Amsal 21:17, 23:20-21, Yakobus 5:5. Ketika kita hidup di dalam kemewahan, kita memuaskan segala hawa nafsu kita, maka itu merupakan pencurian. Mengapa bisa dikategorikan sebagai pencurian? Karena sebetulnya dari sebagian harta itu ada yang seharusnya diberikan kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Gaya hidup mewah/berfoya-foya mengakibatkan bagian yang seharusnya kita berikan kepada orang lain atau untuk pekerjaan Tuhan itu dipakai untuk diri kita sendiri. Mungkin kita berkata bahwa itu hasil pekerjaan kita dan kita berhak untuk memakainya. Tapi sadarkah kita bahwa di antara berkat yang Tuhan percayakan kepada kita, sebagian bukan untuk kita nikmati, misalnya pesepuluhan atau persembahan lain untuk orang lain. Ada orang-orang di sekitar kita yang membutuhkan uluran tangan kita. Ketika kita memiliki gaya hidup yang mewah, kita sangat terbatas dalam menolong orang lain, maka kita telah dianggap mencuri hak orang lain.

Dari semua wujud pelanggaran ini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kita tidak perlu langsung mengambil harta milik orang lain untuk menjadi pencuri. Tetapi ketika kita tidak melakukan kewajiban kita terhadap orang lain dan tidak menghargai hak orang lain, atau menginginkan sesuatu dengan cara yang tidak benar, maka kita sudah melakukan pencurian. Tuhan memberkati kita!