Oleh: Pdt. Yakub Tri Handoko
Kita masih membicarakan tentang doktrin Pemilihan Allah sejak Kekal. Pertanyaan yang akan kita bahas hari ini: Mengapa Allah tidak memilih semua orang untuk diselamatkan supaya Allah terlihat adil? Untuk menjawab pertanyaan ini secara tuntas dan pasti, dengan rendah hati kita harus mengatakan bahwa kita tidak tahu jawabannya. Alkitab hanya memberitahu kita, dalam Efesus. 1:4-8, bahwa Allah mengadakan pemilihan sejak kekekalan berdasarkan hikmat dan pengertian-Nya. Dia pasti punya pertimbangan-pertimbangan tertentu yang tidak dibukakan-Nya bagi kita. Kita tidak bisa memahami seluruh pikiran Allah, dan itu jelas dikatakan di dalam Alkitab: “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!” Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? (Rom 11:33-34). Ayub juga mengatakan hal yang senada bahwa dia tidak mampu memahami Allah dengan segala keputusan-Nya, tetapi pasti ada pertimbangan di balik keputusan-keputusan itu (lih. Ayb 42:3-4). Jadi kita tidak bisa menjawab secara tuntas dan pasti terhadap pertanyaan tadi.
Tetapi bukan berarti tidak ada jawaban sama sekali. Ada beberapa jawaban, dan hari ini kita akan melihat ada empat jawaban. Saya meyakini -dan ini sesuai dengan ajaran Alkitab- bahwa ketika Allah tidak memilih semua orang untuk diselamatkan, itu tetap menunjukkan keadilan Allah. Alasan pertama, seandainya Allah memilih semua orang, maka kata “memilih” atau kata “pilihan” menjadi kehilangan makna. Kalau kita menggunakan kata “memilih” atau “pilihan”, hal itu menyiratkan setidaknya ada dua alternatif atau lebih. Kalau hanya ada satu alternatif, yaitu Allah harus memilih semua orang, maka sebetulnya tidak ada pilihan di sana. Kalau yang dipilih adalah semua orang, dan itu merupakan keharusan yang kita harapkan dari Allah, maka sebetulnya itu bukan pilihan sama sekali.
Alasan kedua, Alkitab juga mengajarkan bahwa keselamatan kita atau pilihan kita itu memang bukan hak kita. 2Timotius 1:9 dengan jelas mengatakan Allah telah memilih kita sebelum permulaan zaman, dan itu bukan didasarkan pada perbuatan kita atau pada kebaikan kita, tetapi pada rahmat dan kasih Allah semata-mata. Jikalau memang pilihan Allah atau keselamatan itu adalah hak kita, maka pada saat Allah tidak memberikannya, maka kita telah diperlakukan tidak adil. Jikalau memang keselamatan itu adalah upah kita atau jatah kita, lalu Allah tidak memberikan kepada kita; maka kita bisa mengatakan bahwa Allah tidak adil. Tapi kita tahu bahwa keselamatan dalam Alkitab, itu bukan jatah, bukan upah, dan bukan hak, melainkan anugerah Allah bagi kita. Jadi pada saat Allah tidak memberikannya pada seseorang, maka Dia tidak bisa dituntut dan dituduh telah melakukan sesuatu yang tidak adil.
Alasan ketiga, pada saat Allah menghukum orang-orang berdosa, sebetulnya itu adalah sesuatu yang adil. Roma 9:22-23, Rasul Paulus mengatakan bahwa Allah itu bersabar atas barang-barang kemurkaan-Nya. Dia menunggu dan memberikan waktu yang cukup kepada banyak orang. Bahkan Dia memberikan kesempatan bagi beberapa orang untuk mendengarkan Injil. Sebagian dari mereka mungkin malah berkutat di tengah-tengah komunitas kristiani. Ketika Allah menghukum orang-orang yang pada akhirnya tidak percaya Injil dan tidak mempercayakan diri kepada Yesus Kristus, dan ketika Allah menghukum orang-orang berdosa, itu adalah tindakan yang adil. Orang yang bersalah mendapat hukuman. Orang berdosa mendapatkan disiplin dari Allah dan mendapatkan kebinasaan. Itu adalah sesuatu yang adil.
Alasan keempat, karena jika kita melihat di dalam Alkitab dan kita juga melihat secara filosofis, maka kita belajar suatu hal: keadilan itu bukanlah kesamarataan. Keadilan itu tidak bisa dipahami secara distributif. Baik Alkitab maupun filsafat Yunani sepakat bahwa keadilan tidak identik dengan kesamarataan. Dalam Roma 9:18-20, Rasul Paulus mengatakan adalah hak Allah untuk memberikan belas kasihan atau tidak memberikan belas kasihan. Aristoteles, dalam salah satu bukunya, mengatakan bahwa keadilan tidak identik dengan kesamarataan. Ada faktor-faktor lain yang turut menentukan di sana . Jadi sebetulnya keadilan itu apa? Berkaitan dengan poin yang terakhir ini, esensi keadilan adalah mendapatkan apa yang menjadi hak seseorang. Apakah orang berdosa berhak diselamatkan? Tidak! Apakah Allah berhak memilih dan melakukan apapun yang Dia mau? Ya, jelas! Jadi ketika Allah di dalam kedaulatan-Nya memilih sebagian orang untuk diselamatkan dan membiarkan yang lain, kita tidak bisa menuduh Dia telah melakukan yang tidak adil, karena Dia berhak untuk melakukan hal itu dan karena orang berdosa memang berhak untuk dihukum.
Kiranya penjelasan yang singkat ini menjernihkan pikiran kita dan menghibur kita. Ini bukan doktrin yang menyeramkan, tetapi doktrin yang menghiburkan, doktrin yang benar, dan bisa dipertahankan. Tuhan memberkati.
Related posts