Oleh: Pdt. Yakub Tri Handoko.
Sebagian orang menganggap bahwa katekisasi bukanlah sebuah keharusan. Alasan mereka, karena di dalam kebiasaan gereja mula-mula yang dicatat oleh Alkitab, banyak orang yang langsung bertobat melalui sebuah khotbah, dan kemudian langsung dibaptis. Artinya, mereka tidak menjalani proses katekisasi selama berbulan-bulan, seperti yang biasa dilakukan oleh beberapa gereja. Apakah yang terjadi dengan gereja mula-mula ini dapat dipakai sebagai alasan untuk menentang katekisasi? Jawabannya adalah: Tidak! Katekisasi tetap perlu untuk dilakukan . Berikut ini tiga jawaban/alasannya:
Pertama, para penerima Injil pada masa gereja mula-mula adalah dari golongan Yahudi yang sudah mengenal Kitab Suci dengan baik. Orang-orang Yahudi sudah terbiasa di rumah ibadat mereka sejak kecil dan sudah mengenal kisah-kisah di dalam Alkitab. Hal ini berbeda dengan penerima Injil pada masa modern; mereka belum terekspos dengan baik oleh ajaran-ajaran kekristenan. Mereka mungkin baru sekali mendengarkan kisah tentang Yesus Kristus. Mereka mungkin baru sekali membaca Alkitab atau mendengarkan khotbah. Orang-orang yang memberi diri dibaptis oleh para rasul adalah orang-orang Yahudi yang sudah terbiasa dengan kisah-kisah Alkitab. Mereka tahu Kitab Suci dengan cukup baik, sehingga pada waktu mereka bertobat bukan penambahan pengetahuan yang paling penting tetapi perubahan paradigma, perubahan perspektif. Mereka sudah tahu kisah Alkitab dan cukup paham dengan Perjanjian Lama, namun kini mereka mendapati sebuah perspektif yang baru yaitu bahwa Yesus Kristus adalah Mesias, dan bahwa Dia menggenapi semua nubuat yang ada di dalam Perjanjian Lama.
Kedua, fokus gereja mula-mula adalah pemberitaan Injil. Tuhan Yesus baru saja naik ke sorga. Para rasul beserta dengan 120 anggota jemaat mula-mula dipenuhi dengan Roh Kudus dan mereka mulai memberitakan Injil ke berbagai tempat. Fokus mereka bukan sistem kepemimpinan atau organisasi gereja. Fokus mereka terutama terletak pada pemberitaan Injil: Orang menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat dan kemudian dibaptis.Â
Situasi gereja mula-mula ini berbeda dengan situasi gereja sekarang, yang sudah berkembang sedemikian rupa. Kita memiliki lebih banyak Hamba Tuhan, orang-orang awam yang terlatih, bahkan sistem yang berjalan dengan baik. Gereja bisa memiliki beberapa fokus sekaligus: di bidang penginjilan, di bidang pemuridan, di bidang pemerintahan gereja dan sebagainya. Gereja seharusnya memanfaatkan situasi ini, dengan tidak meniru begitu saja apa yang dilakukan gereja mula-mula, yang pada saat itu sedang dalam tahap awal berkembang, di mana fokus mereka lebih banyak diarahkan pada pemberitaan Injil.Â
Ketiga, gereja mula-mula itu bukanlah panutan yang sempurna. Kita perlu menyadari ini. Ada banyak hal yang baik dan positif yang dilakukan oleh gereja mula-mula; tetapi bukan berarti apa yang ada di gereja mula-mula adalah ideal yang harus kita ikuti secara mentah mentah. Di dalam gereja mula-mula ada kemunafikan (Kisah Rasul 5: Kisah Ananias dan Safira). Di gereja mula-mula ada pertikaian dan konflik antar jemaat (Kisah Rasul 6). Gereja mula-mula bukan gereja yang sempurna, sehingga kita harus berhati-hati di sini. Apa yang dicatat Alkitab itu seringkali tidak bermakna preskriptif, tetapi hanya deskriptif. Artinya apa yang dicatat Alkitab hanya merupakan gambaran dari apa yang terjadi, bukan apa yang seharusnya terjadi. Jadi ada beda antara apa yang terjadi dan ditulis oleh Alkitab (deskriptif), dengan apa yang seharusnya terjadi atau apa yang seharusnya dilakukan (preskriptif).
Kita perlu berhati-hati dalam membaca Alkitab. Tidak semua yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Alkitab secara mentah-mentah harus kita tiru. Kita harus membaca teksnya dengan teliti dan mencari tahu: Apa tujuan dari teks itu? Mengapa sebuah kisah ditampilkan dan diceritakan di dalam Alkitab? Jadi kita tidak boleh meniru dengan mentah-mentah apa yang terjadi.
Kiranya tiga jawaban ini menjernihkan kebingungan kita, menjernihkan pikiran kita dan meyakinkan kita bahwa katekisasi tetap perlu dilakukan.
Related posts