Oleh: Pdt. Yakub Tri Handoko
Dalam sesi yang lalu kita sudah melihat kerancuan orang dalam memahami Injil; yaitu ketika Injil hanya dibatasi pada perasaan yang baik-baik saja; ketika Injil dibatasi hanya pada kebaikan Allah saja; ketika Injil dibatasi hanya pada perubahan tingkah laku saja. Hari ini kita akan melihat sesuatu yang lebih parah daripada itu: Bukan hanya Injil yang kabur, tapi Injil yang palsu.
Paulus menegur dengan keras Jemaat di kota Galatia, karena mereka telah berpaling kepada Injil yang lain, Injil yang palsu (Gal. 1:6-10). Paulus juga dengan lantang berbicara kepada jemaat Korintus, karena mereka telah beralih kepada Yesus yang lain, yang sebetulnya bukan Yesus yang benar (2 Kor. 11). Bukan Injil dan Yesus seperti yang diajarkan dalam Kitab Suci. Ada banyak kerancuan, dan yang lebih parah: Ada banyak kepalsuan di dalam pemberitaan Injil.
Mengapa banyak orang memberitakan Injil yang palsu? Karena mereka berpikir bahwa Injil harus relevan bagi orang lain, tetapi kemudian menambahkan sesuatu pada Injil, mengubah isi Injil, supaya lebih mudah diterima oleh orang lain. Ini konsep yang keliru. Situasi pada abad yang pertama tidak lebih baik daripada situasi sekarang. Banyak orang tidak bisa menerima Injil juga (band.1Kor 1:23).
Tetapi apakah para rasul mengganti inti Injil? Tidak! Justru inti Injil-lah yang terpenting, bahwa Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan orang-orang yang berdosa (Rm. 1:16). Di dalam Injil sudah ada kekuatan ilahi. Di dalam Injil sudah ada kuasa. Tugas kita bukan mengubah Injil dengan berita “yang lebih menarik”, karena tidak ada berita yang lebih menarik, selain jalan keluar dari masalah terbesar manusia yaitu dosa, yang diselesaikan Allah melalui Injil.
Seharusnya yang diganti bukan kabar dan inti Injil, tapi pendekatan/cara kita dalam menyampaikan Injil. Paulus berkata, “ . . .bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka” (1 Kor. 9:22). Apakah Paulus mengganti Injil? Tidak! Paulus berusaha mengkontekstualisasikan Injil. Dia mencoba memahami pendengarnya. Dia memberitakan Injil yang sama, tapi sedapat mungkin tidak melakukan hal-hal yang bisa menghalangi Injil untuk diterima. Dia menghargai budaya orang yang mendengar, tapi dia tidak pernah mengganti inti Injil. Jika inti Injil diganti, maka Injil berhenti menjadi kabar baik.
Tidak ada yang lebih penting daripada kabar baik dari Allah. Kita harus tetap berpijak pada Injil yang benar, bukan menawarkan kemakmuran, kesuksesan, kesehatan, bebas dari segala macam penyakit, hidup dalam kemewahan dan kenyamanan. Itu bukan Injil. Injil adalah memberitahu manusia, bahwa mereka berdosa dan bahwa hanya ada satu solusi bagi persoalan itu, yaitu kematian dan kebangkitan Kristus.
Injil adalah kabar yang sudah sangat baik. Kita tidak perlu membuatnya menjadi lebih baik. Kita hanya perlu untuk memberitakan Injil dengan cara yang lebih berhikmat dan lebih bergantung kepada Allah. Kita sama sekali tidak perlu mengubah inti injil. Injil yang palsu merusak gereja. Kita harus benar-benar berusaha untuk berdiri di atas kebenaran Firman Tuhan. Jangan “menjual” Injil supaya orang lain menerima. Jangan “mempermurah” Injil supaya orang lain tertarik.
Sebaliknya, setialah kepada Injil. Beritakan Injil Yesus Kristus yang benar, dan biarkan Roh Kudus yang mengerjakan berita itu. Biarkan Roh Kudus yang melahirbarukan orang. Biarkan Roh Kudus yang mengubah orang, sehingga orang bisa percaya kepada pemberitaan Injil. Itulah yang dilakukan oleh Roh Kudus sepanjang zaman. Itu sebabnya sampai sekarang Injil terus diberitakan.
Tak ada pintu yang terlalu kuat, dan yang tertutup untuk Injil. Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan orang berdosa. Tetapi sayang, banyak gereja yang memberitakan Injil yang palsu, yang sebenarnya bukan Injil. Berhati-hatilah dan doakanlah gereja-gereja yang ada, agar setia pada Injil yang benar: Yesus menjadi manusia, mati di kayu salib, bangkit mengalahkan kematian. Tuhan memberkati kita. Amin.
Related posts