Oleh: Pdt. Anggung Istianto

Nats: Markus 4:35-41

Pernahkah Anda merasa “eneg”, “blenger” kata orang jawa, atau merasa mual ketika lihat makanan yang berminggu-minggu tanpa henti Anda makan? Pasti Anda pernah mengalami hal seperti itu. Saat ini saya sedang mengalami “eneg”, “blenger”, “rasa mual”, tapi bukan karena makanan, tapi karena berita Coronavirus (COVID-19). Kok bisa? Coba bayangkan saudara, saya punya lebih dari 15 grup WA; dan setiap hari di sepanjang bulan ini, halamannya dipenuhi oleh berita Coronavirus. Beritanya sama, tapi muncul di hampir semua grup. Kadang saya merasa pusing, dan dari pada stress lebih baik di lewati saja. Hari ini tanpa sadar Anda dan saya sedang menebarkan atau sedang menerima apa yang saya sebut sebagai “Teror Informasi”.

Apa yang bisa kita pelajari saat ini denJgan merebaknya Coronavirus (COVID-19) ini ditengah kehidupan manusia?

Coronavirus mengingatkan kita betapa rapuhnya hidup kita

Dengan merebaknya Coronavirus baik yang sudah terjadi di Wuhan dan kini di Indonesia hidup kita terganggu bukan? Kita tiba tiba dihinggapi virus kekuatiran. Kuatir dengan diri kita, keluarga kita, sekitar kita. Timbul kecurigaan, kita merasa sekitar kita penuh dengan Coronavirus. Kita merasa orang sedang menjangkiti kita dengan virus ini. Kita tiba tiba menjadi takut tertular, cepat-cepat cuci tangan, bermasker kalau kemana mana, semua tempat rasanya sudah tidak aman. Bahkan di beberapa tempat, sudah seperti kota mati. Aktivitas jual beli sepi dampaknya ekonomi anjlok. Hal yang paling menakutkan adalah Coronavirus yang menular begitu cepat sudah mengakibatkan kematian ribuan orang di seluruh dunia, termasuk di Indonesia sudah ratusan orang meninggal dunia.

Coronavirus ini mengingatkan kita, sungguh hidup kita rapuh bukan? Dalam keadaan seperti ini tidak ada yang bisa kita banggakan, kita andalkan. Kita tidak bisa membentengi hidup kita, kita hanya bisa tinggal di rumah, kerja dari rumah dan ibadah di rumah. Saya percaya jutaan orang sedang mengakui kerapuhan hidup mereka, dan itulah yang mendorong kita bersama mereka berseru kepada Tuhan yang di imani.

Coronavirus memaksa kita merubah gaya hidup keseharian kita

Coba kita perhatikan sekitar kita, apa yang sedang terjadi, perubahan besar-besaran bukan? Dulu orang tua mengajari anaknya bagaimana mencuci tangan, kini orang tua belajar bagaimana mencuci tangan yang benar. Dulu sekadar tangan dibasahi dengan air sudah cukup, kini harus pakai sabun dan digosok-gosok 20 detik. Ada yang mengatakan, dulu kalau mau pergi ke Bank mandi dulu, sekarang nanti setelah dari Bank baru mandi. Bersih-bersih rumah, pel pakai karbol, jendela dibuka agar udara dan sinar matahari masuk.

Begitu halnya dengan praktik etika hidup yang benar, dulu orang bisa bersih, batuk dan buang ludah sembarang, kini harus tutup mulut. Himbauan pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran Coronavirus, dianjurkan untuk tidak keluar rumah bila tidak perlu. Dulu para ayah setelah pulang kerja lanjut kegiatan olah raga. Kini langsung pulang dan bisa ngumpul di rumah bersama keluarga. Relasi keluarga terbangun dengan baik. Demikian pula relasi dengan sesama semakin kuat, tdk ketemu di gereja tapi bisa saling mengingatkan untuk jaga kesehatan atau sekadar tanya kesehatan. Coronavirus nyata telah memaksa kita merubah gaya hidup keseharian kita.

Coronavirus menyadarkan kita, saat situasi sulit itu datang, siapa yang kita percaya.

Coronavirus memang sudah menyita perhatian dan melelahkan emosi, tubuh bahkan rohani kita, tetapi mari kita sejanak merenungkan Markus 4:35-41 apa yang menjadi janji firman ini:

Pertama, Siapa Yesus (ayat 35-36)

Bila kita mengikuti cerita di Markus 4, Yesus baru saja selesai mengajar perumpamaan kepada banyak orang di daratan. Setelah petang, Yesus mengajak murid meninggalkan orang banyak dan berlayar keseberang. Sebenarnya, Yesus bisa saja menempuh jalan darat untuk sampai keseberang, tapi kali ini Yesus memilih jalan laut. Jalan darat atau laut bukan menjadi masalah bagi Yesus, karena Yesus adalah penguasa darat dan lautan, penguasan alam semesta. Yesus adalah pencipta segala sesuatu (Kolose 1:16). Jadi Yesus yang kita percaya adalah Yesus penguasa dunia ini, semua ada di bawah kendali-Nya, puji Tuhan.

Kedua, bersama Yesus bukan berarti hidup bebas dari masalah (ayat 37-38)

Banyak ajaran yang beredar di tengah tengah kita yang mengatakan kalau bersama Yesus kita tidak mengalami masalah. Tidak sakit, tidak miskin, bahagia, sukses semua bidang. Kalau yang terjadi sebaliknya, itu pasti ada yang tidak beres dalam hidupnya. Apakah benar seperti itu? Kasus Coronavirus ini bukankah juga menimpa anak-anak Tuhan? Bahkan tidak sedikit hamba-hamba Tuhan yang sudah kembali ke Surga karena mereka terpapar Coronavirus ini. Jadi adakah yang salah dengan mereka mereka ini?

Kalau kita perhatikan Markus 4:35, Yesus mengajak para murid ke seberang dan Yesus ada bersama mereka di atas perahu. Pada ayat ke-37 dituliskan “Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu”. Ini bukan badai biasa, terlihat respon para murid “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” (ay. 38). Bukankah para murid Yesus ahli soal berlayar karena mereka nelayan? Jadi sudah pasti, badai ini lebih besar dari pada biasanya, meski Yesus yang memerintahkan mereka ke seberang. Bahkan meski Yesus ada bersama mereka dan sangat dekat dengan mereka. Kita ingat perkataan Yesus, yang mau ikut Yesus haruslah rela pikul salib (simbol penderitaan). Jadi yang benar adalah ikut Yesus bukan kita bebas dari masalah, tapi justru kita harus siap diperhadapkan dengan masalah.

Ketiga, hadapi masalah hidup kita bersama Yesus (ayat 38-39)

Kadang kita merasa kita kuat, punya pengalaman, punya dukungan sehingga ketika masalah datang kita yakin bisa mengatasinya. Ada kalanya perasaan seperti bisa menolong kita mengatasi masalah. Tapi bagaimana kalau ternyata semua itu tidak dapat menolong kita? Bukti para murid, ternyata pengalaman, skil mereka selama bertahun-tahun sebagai nelayan tidak bisa menolong mereka. Mereka terlihat seperti orang tak berpengalaman, kaku dan kurang skil. Coronavirus seperti badai yang begitu cepat menerpa dan tak terhindarkan.

Dengan mewabahnya Coronavirus, lihat apa yang bisa kita buat. Tidak ada bukan? Kita hanya bisa menghindar dan menyandarkan hidup kepada Tuhan. Para murid memberi contoh yang baik kepada kita, kala tidak berdaya mereka datang berseru kepada Yesus. Sekalipun nampak kasar ucapan mereka “Guru, Engkau tidak peduli kalau kita binasa?” Tetapi kalau kita lihat catatan dalam Matius 8:125 lebih sopan, “Tuhan, tolonglah, kita binasa.” Bagaimanapun cara para murid menyapa Yesus, kasar atau halus, ketika masalah datang berserulah, “Tuhan Yesus tolonglah kami”, itu artinya kita tidak berdaya menghadapi masalah tanpa Yesus. Puji Tuhan, di ayat ke-39 dituliskan, Yesus menghardik danau itu; “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Puji Tuhan, Yesus adalah penguasa alam semesta.

Keempat, jangan takut pada masalah, tetapi takutlah kepada Yesus (ayat 40-41)

Benar sekali, kadang kita lebih takut pada masalah daripada takut kepada Yesus. Ketika masalah datang kita takut dan mencari pertolongan di luar Yesus. Ada yang pergi ke orang pintar, dukun, pelihat atau siapa yang bisa menolong. Kita tidak takut jika Yesus marah karena kita mencari pertolongan pada yang lain. Kita berpikiran bahwa pastilah Yesus maklum untuk situasi seperti ini.

Lihat ayat ke-40, Yesus menegur para murid, “Mengapa kamu begitu takut?” Takut adalah hal yang wajar, tapi jika sampai begitu takut, apalagi ada Yesus bersama mereka itu yang Yesus tegur. Kita takut terhadap Coronavirus adalah wajar, itulah kita perlu jaga kesehatan dan menjaga diri kita dengan menjaga jarak atau mengisolasi diri sementara. Tapi jika kita menjadi begitu takut, seolah olah Tuhan tidak berdaya dan berkuasa, ini menjadi masalah. Setelah para murid ditegur, mereka tidak lagi takut pada masalah tetapi mereka takut pada Yesus. “Takut” disini berarti mereka takjub dan hormat kepada Yesus (ayat 41). Janganlah masalah menjadikan kita takut sampai kita lupa kalau ada Tuhan Yesus, tetapi takutlah pada Yesus yang berkuasa menyelamatkan kita. Takjublah dan hormatlah kepada-Nya.

Mari kita merenungkan beberapa pertanyaan ini. Hal apakah yang menakutkan Saudara belakangan ini? Ketika perasaan takut datang, apa yang saudara lakukan? Apa yang dapat saudara pelajari dari kisah murid-murid Yesus ketika mereka mengalami ketakutan? Kiranya Tuhan memberkati kita.