Oleh: Pdt. Hengky Tjia

Luk 22:39  Lalu pergilah Yesus ke luar kota dan sebagaimana biasa Ia menuju Bukit Zaitun. Murid-murid-Nya juga mengikuti Dia.  Luk 22:40  Setelah tiba di tempat itu Ia berkata kepada mereka: “Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan.”  Luk 22:41  Kemudian Ia menjauhkan diri dari mereka kira-kira sepelempar batu jaraknya, lalu Ia berlutut dan berdoa, kata-Nya:  Luk 22:42  “Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.”  Luk 22:43  Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan kepada-Nya. Luk 22:44  Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah.  Luk 22:45  Lalu Ia bangkit dari doa-Nya dan kembali kepada murid-murid-Nya, tetapi Ia mendapati mereka sedang tidur karena dukacita.  Luk 22:46  Kata-Nya kepada mereka: “Mengapa kamu tidur? Bangunlah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan.” 

Kehidupan ini ibarat sebuah perjalanan. Alkitab berulang kali menggunakan kata “berjalan” dan “pergi” dalam menggambarkan kehidupan kita.  “berjalan bersama dengan Tuhan” demikianlah digambarkan kehidupan tokoh-tokoh iman di dalam Alkitab. “Pergilah . . . Aku mengutus engkau” adalah perintah Tuhan kepada hamba-hamba_Nya yang  banyak kali dicatat baik di PL maupun di PB.

Saudara terkasih, apakah yang terpenting dari perjalanan hidup kita di dunia ini? Menurut saya, yang terpenting adalah ketika kita tiba pada tujuan dengan tidak ada penyesalan. Hati kita siap bertemu Tuhan setelah kita setia mengerjakan misi Tuhan yang Tuhan tetapkan bagi kita.  Dalam nats yang kita baca, Yesus bukan hanya mengajar tapi juga memberikan contoh bagaimana supaya kita dapat menyelesaikan perjalanan iman kita dengan baik.

Peristiwa Getsemani menunjukkan kepada kita bahwa perjalanan bersama Tuhan tidaklah diwarnai hanya dengan langit yang cerah dan jalan yang rata. Ada kalanya kita harus menempuh jalan yang terjal dengan langit yang gelap. “Jalan yang terjal dan langit yang gelap’, mungkin itu bisa menggambarkan secuil pergumulan yang dihadapi oleh Yesus dan para murid-Nya di taman Getsemani.

Perikop Lukas 22: 39-46 memberikan gambaran bahwa Yesus dan murid-muridnya pada saat itu berada pada situasi yang tidak nyaman akibat pergumulan yang mereka hadapi.  Ayat 44 menggambarkan bahwa Yesus “sangat ketakutan” (Yun: Agonia = agony (NIV)=menderita secara batin).  Yesus sangat menderita karena sebentar lagi Dia akan berhadapan dengan cawan murka Allah akibat menanggung hukuman dosa manusia. Sementara para murid mengalami dukacita (ay 45). Penderitaan dan kedukaan yang dihadapi oleh Yesus dan para murid-Nya berpotensi mengacaukan perjalanan mereka. Kesulitan itu bisa membuat mereka stagnan dan mandek.

Saat ini kita juga sedang kita menghadapi situasi yang sulit akibat pandemi. Namun situasi yang sulit ini janganlah membuat kita melupakan perjalanan kita dan misi Allah yang perlu kita selesaikan sebelum kita berjumpa dengan-Nya. Kita harus waspada agar tidak berputar-putar dalam situasi ini dan kehilangan daya untuk mengasihi Allah.  Kita butuh kekuatan untuk mendahulukan kehendak Allah diatas kehendak pribadi kita.

Lalu apa yang harus kita lakukan? Dalam perikop ini, ada dua kali Yesus mengingatkan para murid: “Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan.” (ay 40, 46).  Yesus sendiri berdoa ketika Dia akan berhadapan dengan salib. Sementara itu para murid terlelap akibat dukacita, pada saat seharusnya mereka berjaga dalam doa.  

Ketika Yesus berdoa di taman Getsemani, kita melihat sebuah ketulusan untuk berbagi hidup kepada sesama.  Dia sedang berjuang untuk menggenapkan rencana penyelamatan Allah bagi seisi dunia yang telah jatuh ke dalam dosa. Dia sedang berjuang menyelamatkan manusia yang bahkan tidak peduli kepada-Nya. Doa Yesus dan penyalibannya seharusnya menyadarkan kita, Dia tetap setia berjuang untuk kita bahkan ketika kita gagal untuk setia kepada-Nya.

Berdoa atau tidak berdoa adalah sebuah pilihan, tetapi hasilnya sangatlah berbeda.  Dengan berdoa, Yesus mendapatkan kekuatan dari Allah Bapa. Dari berdoa itu, Yesus dengan ikhlas menapaki jalan penderitaan dan dengan mantap menunaikan misi yang diembankan kepada-Nya di atas kayu salib itu.

Sementara para murid yang tertidur itu . . . dan salah satu dari murid itu adalah Petrus. Tahukah saudara bahwa penulis Lukas mencatat secara khusus tiga peristiwa di mana Petrus tertidur?

Peristiwa yang pertama, dalam Lukas  9:32 Sementara itu Petrus dan teman-temannya telah tertidur dan ketika mereka terbangun mereka melihat Yesus dalam kemuliaan-Nya: dan kedua orang (Musa dan Elia) yang berdiri di dekat-Nya itu. Alkitab berkata: Keduanya menampakkan diri dalam kemuliaan dan berbicara tentang tujuan kepergian-Nya yang akan digenapi-Nya di Yerusalem (ay 31). Tetapi karena tertidur, Petrus kehilangan kesempatan untuk mendengarkan dan memahami tentang tujuan dari perjalanan Yesus itu.  Petrus tidak tahu bagaimana harus merespons.

Peristiwa yang kedua, dalam perikop yang kita baca (Luk 22:39-46). Petrus tertidur, dia  kehilangan kesempatan berbagi duka dengan Yesus.  Petrus ada tapi tidak hadir bagi Yesus. Ketika badai itu datang Petrus merespons, namun dengan respons yang keliru.  Sementara Yesus dengan berani dan mantap menghadapi salib, Petrus masih tetap dalam kesedihan dan ketakutannya.  Seperti yang sudah ingatkan Yesus kepadanya, bahwa Iblis siap menampinya; Petrus menyerah dan menyangkal Yesus sebanyak tiga kali.

Peristiwa yang ketiga, dicatat dalam Kisah Rasul 12:6  Pada malam sebelum Herodes hendak menghadapkannya kepada orang banyak, Petrus tidur di antara dua orang prajurit, terbelenggu dengan dua rantai. Selain itu prajurit-prajurit pengawal sedang berkawal di muka pintu. Petrus dapat tidur nyenyak meski menanti hidupnya seolah kehilangan harapan.  Raja Herodes telah menangkapnya dan hendak mengeksekusinya.  Tetapi Petrus di sini telah mengalami perubahan hidup.  Konteks perikop menunjukkan bahwa Petrus adalah seorang pendoa dan jemaat Yerusalem juga dengan tekun mendoakan dia.  Singkat cerita, Tuhan melepaskan Petrus dengan cara-Nya yang ajaib. Doa menuntun kita pada penyerahan hidup yang total kepada Allah

Berdoa itu penting, agar kita dapat merespons  setiap situasi hidup kita dengan tepat. Ketika kita berdoa, kita mencari Allah, Allah yang selalu siap dan sedia untuk kita jumpai.  Ketika berjumpa dengan Allah kita bisa membedakan mana hal yang tak ternilai dan mana hal yang tak bernilai. Syafaat bagi bangsa kita akan membuka pintu anugerah Allah bagi Indonesia.  Selamat berdoa! 

 

(Disampaikan pada tanggal 07 Jan 2021 dalam rangka Doa Puasa Sinode GKKA INDONESIA)