Oleh: Pdt. Yakub Tri Handoko
Hari ini kita akan bicara tentang iman. Istilah “iman” bukanlah istilah yang asing di telinga orang- orang Kristen. Kita mengaku sebagai orang-orang yang beriman kepada Tuhan Yesus. Mungkin kita mengucapkan kata ini setiap Minggu. Tetapi tahukah kita, apa yang dimaksud dengan iman?
Roma 10:9-10, 17 berbunyi demikian, “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan. . . . Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” Dari tiga ayat ini kita akan belajar tiga aspek dari iman.
– Pertama, aspek noticia. Istilah “noticia” ini merujuk kepada pengetahuan atau aspek kognitif dalam hidup kita. Kita beriman bukan pada sesuatu yang tidak kita tahu. Kita beriman bukan pada sesuatu yang kita tahu tapi keliru. Aspek noticia itu berarti, “aku tahu kepada siapa aku percaya”(2Tim. 1:12). Jadi pengetahuan itu bagian dari iman. Pengetahuan belum tentu menghasilkan iman, tetapi iman mengandung unsur pengetahuan. Sebab jika kita tidak tahu Allah yang benar, jika kita tidak tahu betapa menjijikkannya dosa, jika kita tidak tahu siapa Juruselamat kita; bagaimana kita bisa memiliki iman yang sesungguhnya?
Itu sebabnya dikatakan, “iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus” (Rm. 10:17). Jika tidak ada kebenaran yang disampaikan, atau jika kita tidak tahu apa itu kebenaran, bagaimana kebenaran itu bisa membebaskan kita? Bagaimana kebenaran itu bisa membawa pengaruh dan perubahan di dalam hidup kita? Jadi aspek pertama dari iman adalah pengetahuan. Kita tahu sesuatu, dan kita tahu bahwa sesuatu itu adalah benar.
Kedua, aspek asensus. Istilah “asensus” merujuk pada perasaan kita, pada aspek-aspek emosi kita. Ketika kita beriman kepada Allah, kita bukan cuma memberikan persetujuan intelek. Banyak orang berpikir bahwa iman itu persetujuan intelek. Mereka berkata, “Saya setuju Yesus bangkit dari kematian”, atau, “Saya setuju Yesus mati untuk saya”. Itu memang penting, tapi itu hanya bagian dari aspek noticia. Masih ada bagian lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu aspek asensus.
Aspek asensus berbicara tentang bagaimana kita memberikan perasaan atau hati kita kepada Allah, sebagaimana perasaan kita dahulu telah menjadi tumpul oleh dosa. Sama seperti dahulu, kita memakai emosi-emosi kita untuk hal-hal yang tidak kudus, sekarang emosi-emosi tersebut kita arahkan kepada Kristus. Itu adalah asensus. Jadi asensus bukan hanya masalah kita “tahu” tetapi juga kita “percaya”. Kita percaya ada sesuatu yang terjadi di dalam hati kita.
Ketiga, aspek fiducia. Fiducia berarti kita bukan cuma percaya, tetapi kita juga mempercayakan diri. Kita tahu iman itu penting. Kita percaya pada apa yang kita tahu juga penting. Tapi iman juga berarti bahwa kita mempercayakan diri kita kepada Allah. Jadi bukan cuma percaya, tapi juga mempercayakan diri kepada Allah.
Mempercayakan diri adalah sebuah garis yang panjang. Iman bukanlah sebuah titik, tapi sebuah garis yang panjang. Ujungnya adalah Allah dan awalnya adalah juga Allah. Pada saat kita percaya, kita sudah diselamatkan. Tetapi iman tidak berhenti di sana. Iman merupakan sebuah kontinuitas. Itu sebabnya Rasul Yakobus mengatakan, “iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong” (Yak. 2:20, 26).
Iman bukan hanya tentang kita tahu sesuatu, dan tahu bahwa sesuatu itu benar (aspek noticia). Iman juga bukan hanya tentang kita percaya sesuatu, lalu terjadi perubahan dalam perasaan dan emosi kita (aspek asensus). Tetapi iman juga bicara tentang aspek fiducia, yaitu tentang bagaimana kita mempercayakan diri seutuhnya kepada Allah. Tentang bagaimana kita menyandarkan diri seutuhnya kepada Allah. Itu adalah iman. Apakah kita sudah memiliki iman yang sejati? Tuhan memberkati kita. Amin.
Related posts