Oleh: Pdt. Yakub Tri Handoko
Bagi banyak orang, dosa tampaknya tidak terlalu serius. Mereka berpikir bahwa peraturan yang diperbanyak adalah solusi untuk mengatasi dosa. Tapi kita semua tahu, bahwa semakin banyak peraturan, semakin banyak pelanggaran. Dosa tidak bisa di atasi dengan menambah peraturan.
Ada juga orang-orang yang berpikir bahwa dosa bisa di atasi dengan sistem yang diperketat atau pengawasan lebih diperketat. Tapi kita semua tahu bahwa semakin ketat pengawasan dan sistem, maka semakin pintar orang untuk mencari celah untuk melanggar sistem. Jika mau jujur, kita tahu bahwa dosa jauh lebih serius daripada apa yang dipikirkan di atas.
Seberapa parahkah keadaan orang-orang yang berada di dalam dosa? Saya ingin menjawab hal ini melalui Efesus 2:1-3. Walaupun teks ini tidak mampu membahas semua aspek dari dosa, tapi teks ini cukup untuk menjelaskan dengan gamblang seberapa parah dosa itu dalam hidup kita. Dalam teks ini, Paulus menjelaskan tiga keadaan manusia yang jatuh ke dalam dosa.
Pertama, orang berdosa mati di dalam dosa dan pelanggaran. Efesus 2:1 berbunyi demikian, “Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu.” Baik kata “pelanggaran” maupun “dosa”, ditulis dalam bentuk jamak, dan digunakan secara bersamaan. Hal ini menunjukkan betapa banyaknya dosa kita. Bukan cuma banyak, dikatakan juga bahwa “kita mati di dalam dosa”.
Gambaran “kita mati di dalam dosa” bukan berarti kita pasif. Kata “mati” di sini digunakan untuk mengungkapkan satu hal yang penting, yaitu bahwa kita tidak berdaya di hadapan dosa. Orang yang mati tidak bisa melakukan apa-apa. Tidak bisa menolong dirinya. Itulah keadaan kita. Manusia mati di dalam dosa-dosa dan pelanggaran-pelanggaran. Alkitab tidak mengatakan bahwa kita ini lelah, pingsan atau capek di dalam dosa, tetapi kita mati di dalam dosa, dan itu jauh lebih serius.
Kedua, orang berdosa berada di bawah kekuasaan roh jahat.. Dalam Efesus 2:2 Paulus menjelaskan bahwa manusia berdosa berada di bawah kekuasaan roh-roh jahat (band.2Kor 4:4). Roh jahat menguasai manusia begitu rupa, dan manusia tidak berdaya di bawah kekuasaan roh-roh jahat. Iblis begitu mencengkeram manusia. Sejak Adam jatuh ke dalam dosa, maka semua manusia jatuh di bawah kuasa Iblis. Siapa yang tidak pernah dijatuhkan oleh Iblis? Hanya Allah kita. Ketika Tuhan Yesus berinkarnasi menjadi manusia, Dia satu-satunya manusia yang suci dan sempurna. Iblis selalu mencobai Dia tetapi tidak pernah berhasil.
Tetapi di luar Yesus Kristus, semua manusia, tidak peduli seberapa berhikmatnya -seperti Salomo-, tidak peduli seberapa dekatnya dengan Allah -seperti Daud, tetap akan kalah, karena Iblis lebih berpengalaman dan lebih berkuasa daripada manusia. Orang berdosa bukan hanya mati tapi juga berada di bawah kekuasaan Iblis.
Ketiga, orang berdosa harus dimurkai. Paulus juga mengatakan di ayat ke-3, “Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai”. Mengacu pada bahasa aslinya, lebih tepat diterjemahkan: “pada naturnya kita adalah anak-anak kemurkaan” (“and were by nature the children of wrath”, KJV). Anak-anak kemurkaan berarti bahwa dari sono-nya kita sudah layak untuk dimurkai. Kata “anak-anak” juga digunakan di ayat ke-2 “anak-anak keduhakaan”. Orang-orang Yahudi memahami istilah“anak-anak” sebagai “sesuatu” yang dari sono-nya, dari asalnya, memang sudah seperti itu.
Dengan hal tersebut, Paulus mau mengatakan bahwa dosa bukan hanya sesuatu yang terjadi di luar, tetapi beranjak dari dalam, dari natur manusia yang berdosa. Kita semua naturnya berdosa, sehingga hal-hal yang baikpun menjadi kejahatan bagi kita. Dari natur yang berdosa kita tidak bisa berharap keluar sesuatu yang baik. Matius berkata, “pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik” (Mat.7:17).
Manusia bukan cuma berdosa, tapi dosa kita begitu parah. Kita mati di dalam dosa, kita dikuasai Iblis, dan kita memiliki natur yang berdosa. Tidak ada manusia yang bisa menyelamatkan dirinya sendiri, sehingga seharusnya kita berteriak seperti Paulus, “Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?” (Rm. 7:24). Tetapi sekali lagi, ini bukan kisah terakhir. Ada kisah cinta dari Tuhan yang mau menyelamatkan orang yang berdosa. Tuhan memberkati. Amin.
Related posts