Oleh: Pdt Yakub Tri Handoko

Jika kita melihat di dalam Alkitab PB, maka kita akan menemukan akar kata “katekeo” (mengajar), dan kata bendanya: “katekis”, ternyata sudah muncul beberapa kali di dalam PB.  Hal ini menunjukan bahwa proses katekisasi sudah dilakukan sejak gereja mula-mula.  Kita tidak tahu persis bahan dan metode apa yang digunakan oleh gereja mula-mula; tetapi yang pasti, para petobat baru telah menerima pengajaran di dalam Tuhan. 

Rasul Paulus menyatakan bahwa Timotius telah menerima dan mengikuti ajaran yang sehat (1Tim 4:6).  Kata “ajaran” yang di ayat tersebut adalah kata yang sama untuk istilah pengajaran di dalam katekisasi.  Rasul Paulus juga mengatakan kepada jemaat di Roma, “Dahulu memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu dengan segenap hati telah mentaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu.” (Rm 6:17) . Kata “pengajaran” di sini juga memiliki akar kata yang sama dengan istilah katekisasi.  Jadi proses katekisasi sudah dilakukan oleh para rasul.

Dua contoh konkrit lainnya adalah Teofilus sebagai penerima Injil Lukas.  Dalam Injil Lukas 1:1-4, Lukas menulis kepada Teofilus dan menjelaskan mengapa dia merumuskan Injil Lukas.  Lukas mengatakan supaya Teofilus tahu bahwa apa yang diajarkan kepadanya adalah benar.  Kata “yang diajarkan” di sana, memiliki akar kata yang sama dengan kata yang kita pakai untuk katekisasi. 

Contoh yang kedua adalah Apolos.  Dalam Kisah Rasul 18:25 dikatakan, Apolos telah diajar tentang “jalan Tuhan”.  Apolos adalah seorang Yahudi.  Dia terlatih di dalam Perjanjian Lama, kitab suci orang Yahudi.  Ketika ia tertarik dengan kekristenan dan mulai bertobat, maka Apolos diajar tentang jalan Tuhan.  Hal ini menunjukkan bahwa proses katekisasi sudah dijalankan sejak gereja mula-mula.  Katekisasi adalah proses yang sangat ditekankan oleh para rasul.

Setelah era para rasul selesai, kita masuk pada era pasca rasuli.  Ada sebuah kumpulan tulisan yang disebut The Apostolic Fathers, ini merupakan kumpulan tulisan-tulisan Kristen awal, yang ditulis tahun kedua abad pertama sampai pertengahan abad kedua.  Di dalam salah satu tulisan itu, ada satu kitab yang disebut Kitab Didache, yang berarti “pengajaran”.  Buku ini dimaksudkan sebagai bahan pengajaran untuk orang Kristen awal.  Beberapa Bapa Gereja merumuskan bahan katekisasi, misalnya: Hippolitus, Agustinus, Gregorius Nyssa; mereka merumuskan buku-buku tentang katekisasi.  Mereka merumuskan bahan-bahan yang penting untuk para petobat baru.  Bapa-bapa gereja, sama seperti para rasul, sangat menekankan nilai penting dari katekisasi.

Setelah gereja mengalami masa kegelapan mulai abad ke-6 sampai abad ke-15, maka kemudian pada zaman reformasi di abad ke-16, proses katekisasi dilakukan dengan lebih gencar lagi.  Tokoh-tokoh reformator sangat menekankan pengajaran Alkitab, karena melihat bahwa gereja selama berada-abad telah melenceng dari ajaran Alkitab.  Para reformator merasa perlu untuk menekankan kembali katekisasi.  Martin Luther misalnya, yang menjadi pelopor aliran Luthteran, menuliskan Katekismus Besar dan Katekismus Kecil.  John Calvin juga menulis bahan-bahan doktrinal yang dipakai untuk pengajaran orang Kristen.  Kemudian di kalangan Reformed, selain tulisan John Calvin, kita mengenal Katekismus Heidelberg, yang dirumuskan di Jerman untuk orang-orang Reformed di sana.  Katekismus Westminster, yang panjang maupun yang singkat, juga dirumuskan untuk gereja-gereja Reformed yang ada di Inggris dan di Skotlandia.

Dari sini kita tahu bahwa para rasul, bapa-bapa gereja awal, para reformator, mereka semua sangat menekankan katekisasi.  Sangatlah disayangkan kalau gereja-gereja modern mulai meninggalkan tradisi katekisasi ini.  Pemenuhan emosi merupakan bagian integral dari manusia.  Tetapi kalau yang dipentingkan hanyalah pemuasan emosi, sedangkan pengetahuan umat tidak terbentuk dengan baik, dan umat tidak mengenal kebenaran Kristen yang sejati, maka orang Kristen semacam itu tidak akan mengalami pertumbuhan rohani secara signifikan. 

Marilah gereja-gereja modern kembali kepada kekayaan tradisi kita, mengajar para petobat baru, supaya mereka semakin mengerti pengajaran-pengajaran Alkitab.  Dimana mereka mereka memiliki pengenalan yang benar terhadap Tuhan, dan bisa berkata seperti Rasul Paulus, “Aku tahu kepada siapa aku percaya”.  Tuhan memberkati kita.