Oleh: Pdt. Yakub Tri Handoko
Hari ini kita akan membahas tentang sebuah pertanyaan: Siapakah yang berhak untuk menjalankan sakramen perjamuan kudus maupun baptisan? Pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang sangat penting. Beberapa orang dari berbagai gereja yang berbeda menanyakan kepada saya: Apakah orang-orang awam boleh menjalankan sakramen? Apakah jemaat biasa boleh membaptis dan memimpin perjamuan kudus?
Mereka yang menganggap bahwa orang-orang boleh menjalankan sakramen biasanya beralasan bahwa pada zaman gereja mula-mula, ada beberapa golongan orang yang tidak termasuk para rasul, yang menjalankan sakramen. Contoh yang paling jelas dan yang paling sering mereka sebutkan adalah Filipus. Dia adalah salah satu dari diaken yang pergi ke Samaria setelah penganiayaan di Yerusalem. Melalui pelayanan Filipus, banyak orang Samaria yang bertobat dan Filipus membaptis mereka. Ini menjadi salah satu contoh yang mereka pakai untuk membenarkan bahwa sakramen boleh dilakukan oleh siapa saja. Tetapi benarkah demikian? Kita perlu berhati-hati dalam menjawab pertanyaan ini karena ada perbedaan konteks pada zaman dulu dengan zaman sekarang, antara lain: perbedaan konsep tentang rohaniwan dan perbedaan konsep tentang konteks pembinaan rohani. Pada masa kini rohaniwan itu dididik di dalam Sekolah Tinggi Teologi, sedangkan di zaman dulu tidak ada Sekolah Tinggi Teologi semacam itu. Jadi kita perlu memahami dulu perbedaan ini.
Kalau kita kembali pada pertanyaan kita: Siapakah yang berhak melayankan sakramen? Saya lebih setuju menjawab seperti ini, yaitu sakramen dilayankan oleh orang-orang yang sudah menjadi murid Kristus yang sejati. Amanat Agung berbunyi: “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku, baptislah mereka dan ada tambahan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” (Mat. 28:19-20). Kita tidak boleh mengambil hanya salah satu dari antara kata kerja yang ada di sana. Kita tidak boleh pergi saja tanpa pernah belajar dari Kristus. Kita tidak boleh membaptis saja tanpa pernah belajar dari Kristus karena ayatnya jelas: “ajarkanlah segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu”. Dengan demikian orang-orang yang berhak untuk menjalankan sakramen adalah orang-orang yang benar-benar telah menjadi murid Kristus. Di dalam Yohanes 3 maupun 4:1-2 disebutkan bahwa murid-murid Yesus juga melakukan baptisan. Tapi itu adalah murid-murid Yesus atau orang yang benar-benar menjadi pengikut Yesus. Mereka bukan sekadar orang banyak yang mengikut Yesus, yang biasanya berkerumun dan mengikuti kemana saja Yesus pergi; mereka bukan sekadar mendengar tentang Dia.
Pertanyaannya adalah mengapa yang menjalankan sakramen itu dibatasi pada orang-orang yang benar-benar telah menjadi murid Kristus? Karena memang sakramen tidak terpisahkan dari pemberitaan firman Allah. Kisah Para Rasul 2:42-47 dan bagian-bagian lain di dalam kehidupan gereja mula-mula, mengungkapkan bahwa pengajaran para rasul dan pelaksanaan sakramen memiliki keterkaitan yang sangat erat. Jemaat mula-mula bertekun dalam pengajaran para rasul dan juga bertekun dalam memecahkan roti bersama-sama, sehingga ada keterkaitan antara pengajaran dan sakramen. Di dalam teologi Reformed, sakramen tidak ada artinya sama sekali jika dipisahkan dari pemberitaan firman Tuhan. Itu sebabnya kita melihat banyak ruangan ibadah gereja Protestan -terutama di dalam gereja Reformed yang tradisional- posisi mimbar berada di tengah dan lebih tinggi daripada yang lain. Lalu di depan mimbar ada meja perjamuan, ada Alkitab yang terbuka dan ada roti serta anggur di sana. Hal ini untuk menggambarkan bahwa roti dan anggur atau sakramen tidak bisa dipisahkan dari pemberitaan Kitab Suci atau firman Tuhan. Sakramen sebetulnya merupakan firman Tuhan yang divisualisasikan melalui sakramen tersebut. Tetapi yang lebih tinggi dan yang paling jelas adalah pemberitaan firman Tuhan.
Dengan demikian kita bisa mengatakan bahwa yang berhak menjalankan sakramen adalah mereka yang sudah benar-benar menjadi murid Kristus, dalam arti mereka yang benar-benar sudah mengerti kebenaran firman Tuhan dan yang sudah mengikuti kebenaran firman Tuhan dengan sungguh-sungguh. Demi keteraturan, maka gereja di banyak tempat dan di sepanjang zaman membatasi orang-orang yang berhak melakukan sakramen, yaitu para rohaniwan karena merekalah yang dipercayai oleh gereja dan dipercayai oleh Roh Kudus untuk menggembalakan jemaat Allah. Jadi siapa saja yang sudah menjadi murid Yesus yang sejati, boleh membaptis. Tetapi demi keteraturan, kita membatasi orang-orang yang menjalankan/melayankan sakramen pada orang-orang tertentu yang sudah diakui secara luas oleh jemaat sebagai murid Kristus yang sejati. Kiranya Tuhan memberkati kita! Amin.
Related posts