Oleh: Pdt. Yakub Tri Handoko

Hari ini kita belajar sebuah pertanyaan: Apakah ada kesempatan untuk bertobat sesudah kematian? Jika kita memperhatikan ajaran berbagai agama maka kita menangkap adanya satu kesamaan yaitu para penganut agama meyakini bahwa kematian itu bukan akhir dari segalanya-galanya karena masih ada kelanjutan setelah kematian kita. Tidak saja memahami bahwa kematian bukanlah akhir dari segala-galanya, tetapi mereka juga menyadari bahwa kehidupan manusia di dalam dunia ini tampaknya tidak sempurna. Manusia melakukan banyak pelanggaran. Itu sebabnya banyak agama menggumulkan bagaimana cara menjelaskan dua hal tersebut. Di satu sisi, kematian bukan akhir dari segalanya. Di sisi lain, kehidupan di dunia bukanlah kehidupan yang sempurna.

Ada banyak alternatif yang diusulkan. Agama tertentu mengajarkan reinkarnasi, bahwa apa yang kita lakukan selama di dunia ini: baik atau buruk, akan mempengaruhi kehidupan kita kembali. Jadi mereka percaya bahwa setelah seseorang mati maka orang itu akan dihidupkan kembali pada waktu mendatang. Itulah yang disebut “reinkarnasi.” Proses reinkarnasi ini akan terus terjadi, tergantung kepada karma dari masing-masing orang, yaitu perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya. Ada lagi agama lain yang mencoba menjelaskan dan menawarkan sebuah solusi yaitu Api Penyucian atau Purgatory. Menurut pandangan ini, orang yang sudah mati berada di sebuah tempat penyucian segala dosa-dosa mereka sebelum mereka dimasukkan ke dalam surga. Bagaimana pandangan Alkitab tentang hal ini?

Jika kita membaca Alkitab terutama di dalam Ibrani 9:27-28, maka kita dengan pasti bisa mengatakan: Tidak ada kesempatan bertobat sesudah kematian. Tidak ada yang namanya “reinkarnasi” dan tidak ada juga yang namanya “purgatory”. Orang hanya hidup satu kali, setelah itu akan dihakimi. Ibrani 9:27-28 berkata “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi, demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang . . .” Teks ini secara eksplisit mengatakan bahwa manusia hanya hidup satu kali setelah itu manusia akan dihakimi. Setelah kematian tidak ada lagi kesempatan untuk bertobat. Setelah kematian tidak ada lagi “masa-masa” yang menentukan kehidupan seseorang di dalam kekekalan. Semua kekekalan ditentukan oleh kesementaraan. Bagaimana kita menjalani hidup? Apakah kita percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat atau tidak? Itulah yang akan menentukan. Dengan kata lain kehidupan kita di dalam kesementaraan ini menentukan kehidupan kita di dalam kekekalan. Setelah itu tak ada lagi kesempatan.

Mungkin kita ingat di kalangan kekristenan, sempat ada fenomena “pekabaran Injil kepada orang-orang mati”. Beberapa dekade yang lalu hal ini sangat marak. Beberapa orang Kristen sampai sekarang pun masih mempercayai bahwa pekabaran Injil kepada orang-orang mati masih bisa dilakukan. Beberapa orang Kristen masih mendoakan anggota keluarganya (yang sudah meninggal) supaya diselamatkan dan memperoleh hidup yang kekal. Tetapi semua ini adalah praktik yang menyimpang dari kebenaran firman Tuhan. Saya akan menyinggung satu ayat yang seringkali mereka pakai sebagai dukungan bagi pekabaran Injil kepada roh-roh orang mati, yaitu di dalam 1Petrus 3:19-20 “dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, . . .” Tetapi saya yakin ayat ini telah disalahtafsirkan, karena kalau kita melihat di dalam bahasa aslinya, kata “memberitakan Injil” di sana menggunakan kata “kērussō” (κηρύσσω). Kata ini secara hurufiah berarti “memberitakan”, hanya “memberitakan”. Obyek yang diberitakan itu tidak selalu Injil. Obyek yang diberitakan bergantung pada konteks pemunculan kata itu. Jadi yang perlu kita perhatikan dalam 1Petrus 3:19-20 sebetulnya adalah obyeknya apa? Konteksnya apa?

Kalau kita melihat dengan teliti konteksnya dan kita membandingkan dengan tulisan Yahudi kuno yang disebut Kitab 1Henokh, maka kita bisa menafsirkan, bahwa yang diberitakan di sana sebetulnya bukanlah Injil. Obyek dari kata kerja “kērussō” di sana adalah kemenangan Kristus atau atau hukuman untuk roh-roh jahat. Itulah latar belakangnya sebagaimana yang tercatat di dalam Kitab 1Henokh. Apalagi kalau kita melihat di dalam teks Yunaninya. Sebetulnya penerima berita itu bukan “roh-roh mereka yang tidak taat pada zaman Nuh”, karena di dalam teks Yunani disebutkan “roh-roh yang tidak taat pada zaman Nuh”. Saya percaya, “roh-roh yang tidak taat pada zaman Nuh” adalah para malaikat, yang disebut “anak-anak Allah” (Ibrani: “bene elohim”; LAI-BIMK: “makhluk-makhluk ilahi”), yang telah mengambil anak-anak perempuan manusia, lalu bersetubuh dengan manusia dan melahirkan raksasa, sebagaimana dicatat dalam Kejadian 6. Jadi mereka yang mendengar pemberitaan itu bukanlah orang-orang pada zaman Nuh, yang pada waktu surat ini dituliskan sudah mati tetapi merujuk kepada para malaikat/roh-roh yang tidak taat pada zaman Nuh. Jika tafsiran ini kita terima, maka kita sekali lagi mendapatkan dukungan untuk menafsirkan bahwa berita itu bukan berita Injil yang disampaikan Yesus di dunia roh, tetapi berita penghukuman dan berita kemenangan-Nya atas roh-roh jahat. Ayat ini tidak boleh dipakai untuk membenarkan penginjilan kepada orang-orang mati. Orang hanya hidup satu kali, setelah itu dia akan dihakimi. Tidak ada kesempatan bertobat sesudah kematian. Tuhan memberkati kita.