Oleh: Pdt. Yakub Tr i Handoko
Hari ini kita akan membahas satu sifat Allah yang lain, yaitu Mahatahu (omniscience). Apa arti kemahatahuan Allah di sini? Kemahatahuan Allah haruslah dilihat berdasarkan dua hal. Pertama, berdasarkan cakupan pengetahuan, dan kedua, bagaimana Allah mengetahuinya. Dari sisi cakupan, pengetahuan Allah yang Mahatahu itu mencakup diri Allah dan mencakup segala sesuatu di luar diri-Nya. Segala sesuatu yang berada di luar diri Allah ini, bisa merujuk kepada hal-hal yang benar-benar terjadi (actual) atau hal-hal yang kemungkin terjadi (possible) namun tidak aktual. Jadi, Allah mengetahui diri-Nya sendiri dan Allah tahu segala sesuatu di luar diri-Nya, baik yang aktual maupun yang hanya kemungkinan.
Dari sisi bagaimana Allah tahu, pengetahuan Allah itu bersifat spontan dan kekal (tidak melalui proses belajar atau pengalaman). Maksudnya, Allah tidak perlu proses belajar dan Dia tidak perlu berusaha untuk mengetahui sesuatu. Jika dalam Alkitab dikatakan bahwa Allah melakukan sesuatu untuk tahu (Misalnya di Kejadian 11, Allah turun untuk melihat apa yang terjadi dalam menara Babel) maka itu merupakan gaya bahasa manusia: antrophomorphisme, untuk menggambarkan bahwa sebenarnya Allah tidak perlu belajar atau tidak perlu berusaha untuk tahu, karena memang pengetahuan Allah bersifat kekal dan spontan.
Kali ini kita akan fokus pada cakupan pengetahuan Allah. Pengetahuan Allah mencakup diri-Nya sendiri dan segala sesuatu di luar diri-Nya. Di dalam 1 Korintus 2:11 dituliskan, “ . . .tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah.” Jadi tidak ada yang bisa mengenal Allah dengan sempurna selain Allah sendiri. Jadi Allah mengenal diri-Nya dengan sepenuhnya. Pada waktu belum ada apapun di dalam alam semesta ini, Allah sudah mengenal diri-Nya.
Saya pernah ditanya oleh seseorang: Sebelum Allah menciptakan segala sesuatu, apakah Allah sudah mengetahui segala sesuatu? Ya, Allah tahu segala sesuatu. Tetapi bagaimana bisa? Allah belum menciptakan segala sesuatu tapi Allah tahu segala sesuatu? Salah satu jawabannya adalah karena sebelum ada segala sesuatu, diri Allah sudah ada. Diri Allah di dalam kekekalan itulah yang disebut segala sesuatu. Karena Allah mengenal diri-Nya, sedangkan diri-Nya adalah segala sesuatu di dalam kekekalan, maka bisa dikatakan bahwa Allah mengenal/mengetahui segala sesuatu sebelum segala sesuatu itu ada. Dengan kata lain, Allah mengenal diri-Nya, yang pada waktu kekekalan cuma ada Allah. Di situlah kita bisa mengatakan Allah tahu segala sesuatu. Jadi cakupan pengetahuan Allah adalah diri-Nya sendiri. Allah mengenal diri-Nya sendiri secara spontan, secara kekal, dan secara sempurna.
Cakupan pengetahuan Allah juga hal-hal di luar diri-Nya. Segala sesuatu yang berada di luar diri Allah, Allah juga mengetahuinya. Untuk memudahkan kita memahaminya, saya membagi menjadi dua: Hal-hal yang bersifat aktual atau benar-benar terjadi/ada; maupun hal-hal yang bersifat possible (kemungkinan). Allah mengetahui hal-hal yang aktual, misalnya mengenal semua ciptaan (Ibr. 4:13), masa depan (Yes. 46:9-10), kebutuhan kita yang tak/belum terkatakan (Mat 6:8), jumlah rambut kita (Mat 10:30). Jika kita membaca Mazmur 139, maka kita akan tahu bahwa Pemazmur mengakui bahwa Allah mengenal pikiran manusia (ay.1-2), kata-kata yang belum diucapkan (ay.4), dan detil kehidupan kita (ay.16).
Tetapi Allah juga mengenal hal-hal yang bersifat kemungkinan saja. Allah mengetahui hal-hal yang akan terjadi tetapi tidak terjadi. Misalnya Tuhan Yesus pernah mengatakan di Matius 11 bahwa seandainya mujizat-mujizat yang Dia lakukan di Khorazim, Betsaida dan Kapernaum juga terjadi di Sodom dan Gomora, maka orang-orang Sodom dan Gomora juga akan percaya Tuhan. Ada kemungkinan tetapi tidak terjadi.
Di dalam 1 Samuel 23, Daud berada di kota Kehila dan dia bertanya kepada Tuhan: Apakah Saul akan mengejar dia? Tuhan berkata: Saul akan mengejar! Daud bertanya lagi: Apakah penduduk Kehila yang ia tolong akan menyerahkan dia kepada Saul? Tuhan juga menjawab: Ya! Itu sebabnya Daud memutuskan untuk melarikan diri dari Kehila, sehingga tidak terjadi apa yang dikuatirkannya karena Daud sudah melarikan diri. Dari sini kita tahu bahwa ada hal-hal yang ‘seharusnya terjadi’ tetapi kenyataannya tidak terjadi dan Allah juga tahu itu hanya sebagai sebuah kemungkinan.
Allah mengenal segala sesuatu. Allah mengenal kita. Allah mengenal semua. Dia Allah yang Mahatahu. Ini merupakan penghiburan sekaligus peringatan bagi kita. Penghiburan, karena apapun yang terjadi dan akan terjadi dalam hidup kita, Allah sudah tahu sebelumnya. Peringatan, karena dimanapun kita berada, apapun yang kita pikirkan, apapun yang kita simpan dalam hati kita, Allah juga tahu. Kiranya doktrin ini membuat kita semakin mengenal Allah dan semakin mengasihi Dia.
Related posts