Oleh: Pdt. Yakub Tri Handoko
Apakah makna dan dari perintah yang keempat? Perintah yang keempat adalah perintah untuk menghormati dan menguduskan hari Sabat: “Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat!” (lih.Kel. 20:8-10). Kata “kuduskanlah” di sini bukan berarti hari itu tidak suci lalu kita sucikan. Kata Ibrani “menguduskan” bisa berarti kita menyucikan sesuatu secara moral, tetapi juga bisa berarti kita mengkhususkan sesuatu. Kata “kudus” yang dikenakan pada hal-hal yang bersifat tidak personal, seperti: hari, benda, barang tertentu; biasanya bermakna bukan secara moral (menyucikan), tetapi mengkhususkan. Jadi ketika kita diperintahkan oleh Tuhan untuk “mengkhususkan”, itu sama artinya dengan “menguduskan”.
“Menguduskan hari Sabat” berarti kita diperintahkan untuk memandang hari ini itu lebih khusus dibanding dengan hari-hari yang lain. Kita tahu semua hari adalah harinya Tuhan dan bahwa semua hari adalah hari yang baik. Tetapi Tuhan ingin di antara semua hari yang ada, kita memperhatikan dan mengkhususkan satu hari. Itulah makna kita menguduskan hari Sabat.
Tetapi apa wujud dari perintah ini? Alkitab memberikan dua wujud. Wujud pertama menguduskan hari Sabat adalah beribadah kepada Allah. Kalau kita mengkhususkan hari Sabat, itu berarti kita beribadah kepada Allah. Alkitab beberapa kali menyebut hari itu sebagai “hari Sabat TUHAN, Allahmu” (Kel. 20:10, Im. 23:3) atau “hari kudus bagi TUHAN” (Kel. 31:15) atau “hari perhentian penuh bagi TUHAN” (Kel. 35:2). Perhatikan dalam semua ungkapan tersebut ada kata “bagi TUHAN” dan “milik TUHAN, Allahmu”, yang berarti hari Sabat memang diperuntukkan bagi Tuhan. Pada hari itu kita mempersiapkan diri dengan baik. Kita benar-benar menyediakan waktu yang khusus, konsentrasi yang khusus, pikiran yang khusus, hati yang khusus, untuk datang dan beribadah kepada Tuhan bersama-sama dengan umat yang lain.
Di hari Sabat kita menyembah, mengucap syukur dan memuji Tuhan atas semua kebaikan-Nya kepada kita. Ini adalah momen yang sangat berharga dan membawa berkat bagi kita. Respon yang dikehendaki Tuhan dari kita adalah mengkhususkan/menguduskan hari Sabat. Ini bukan pilihan: boleh menguduskan atau tidak. Tidak ada pilihan di sini. Kita diharuskan untuk mengkhususkan/menguduskan hari Sabat. Jadi wujud pertama menguduskan hari Sabat adalah dengan beribadah kepada Tuhan.
Wujud kedua menguduskan hari Sabat adalah istirahat/tidak bekerja. Kita tahu bahwa hari Sabat bukan hanya untuk Tuhan, melainkan juga untuk manusia. Tuhan memberikan hari Sabat bukan hanya untuk diri-Nya, tetapi juga untuk manusia, supaya manusia itu beristirahat dari semua pekerjaan mereka. Para budak harus beristirahat. Para hamba harus beristirahat. Semua kambing domba harus beristirahat. Para majikan dan tuan juga harus beristirahat. Hari Sabat adalah kesempatan rehat bagi diri kita; sehingga kita bisa di- re-fresh dan di- re-charge di dalam kehidupan kita sehari-hari. Ini diperuntukkan bagi manusia.
Itu sebabnya pada zaman Tuhan Yesus, ketika orang-orang Farisi terlalu mempersoalkan orang-orang yang disembuhkan oleh Tuhan Yesus pada waktu hari Sabat, Tuhan Yesus menjawab mereka, bahwa hari Sabat itu untuk manusia, dan bukan manusia untuk hari Sabat (Mark. 2:27, 3:4). Dengan kata lain, Tuhan Yesus sedang membicarakan tentang wujud yang kedua dari hari Sabat ini. Jangan sampai kita ini terhalang untuk berbuat baik kepada manusia di hari Sabat karena hari Sabat itu untuk mendatangkan kebaikan juga bagi manusia. Itulah perbedaan antara Tuhan Yesus dengan orang-orang Farisi pada waktu itu.
Jadi ada dua wujud yang kita pelajari. Wujud pertama, kita beribadah kepada Tuhan. Hari Sabat adalah bagi Tuhan. Wujud kedua, kita beristirahat dari semua pekerjaan kita. Hari Sabat adalah bagi manusia. Dengan kata lain, hari Sabat adalah hari kesukaan bagi Tuhan karena kita semua berkumpul dan memuji Dia, memberikan apa yang layak Dia terima. Hari Sabat juga adalah hari kesukaan bagi manusia karena kita bisa beristirahat dari semua kepenatan kita dan menikmati hidup kita di hadapan Tuhan.
Tuhan memberkati kita.
Related posts