Oleh: Pdt. Yakub Tri Handoko

Ketidakterlihatan Allah (invisibility of God) adalah salah satu sifat Allah.  Apakah maksudnya?  Definisi dari sifat ini sangat sederhana: Allah tidak bisa dilihat oleh mata jasmani manusia.  Di dalam natur-Nya yang bersifat rohani, Allah tidak bisa terlihat.  Di dalam kemuliaan-Nya yang jauh melebihi sesuatu, mata manusia juga tidak dapat melihat Dia.  Di dalam kekudusan-Nya yang sempurna, juga dosa kita tidak memampukan kita untuk dapat melihat Dia.  Di dalam 1 Timotius 6:16 dikatakan “Dialah satu-satunya yang tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak terhampiri. Seorangpun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia. Bagi-Nyalah hormat dan kuasa yang kekal! Amin.” 

Di dalam Yohanes 1:18 dikatakan, “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.”  Hanya Tuhan Yesus yang dapat melihat Allah di dalam kesempurnaan, kekudusan, kemuliaan dan kerohanian-Nya; tidak ada satu manusia atau makhluk pun yang pernah melihat-Nya.  Allah tidak dapat terlihat, namun di dalam anugerah Allah yang besar bagi manusia, maka Allah mengijinkan diri-Nya ‘untuk terlihat’ kepada manusia.

Setidaknya ada tiga cara yang Allah lakukan supaya manusia ‘dapat melihat Dia’. 

Pertama, Allah memakai penglihatan.  Salah satu penglihatan yang kita kenal adalah di Yesaya 6:1-10, Yesaya melihat penampakan diri Allah. Allah bertahta di surga, tetapi jubah-Nya menutupi Bait Suci yang ada di bumi.  Allah menyatakan diri-Nya melalui penglihatan. 

Kedua, Allah membuat diri-Nya terlihat melalui teofani (penampakan diri Allah).  Ketika Gunung Sinai bergetar, muncul guruh yang besar dan kilat yang saling menyambar dan membuat orang Israel takut dan sadar keberadaan Tuhan di tengah-tengah mereka.  Allah juga menampakan diri-Nya melalui tiang awan dan tiang api.  Baik tiang awan maupun tiang api bukanlah Allah, namun dalam anugerah-Nya Allah bersedia menyatakan kehadiran-Nya melalui tiang awan di waktu siang dan tiang api di waktu malam, untuk menyertai perjalanan bangsa Israel menuju ke tanah Kanaan.

Ketiga, Allah menampakkan diri-Nya melalui inkarnasi Yesus Kristus.   Inkarnasi berasal dari satu kata yang memiliki arti “masuk di dalam daging”.  Allah yang tidak terlihat, yang adalah roh, sempurna dan mulia menjadi manusia. Yoh 1:14 mengatakan, “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” Jadi pada waktu kita melihat Tuhan Yesus, maka di situ kita melihat Allah dalam arti yang sesungguhnya.   Tidak heran dalam Yohanes 14, Tuhan Yesus berkata bahwa barangsiapa telah melihat-Nya, ia telah melihat Bapa”, karena Yesus adalah gambar Allah yang sempurna. Kolose. 1 menyatakan bahwa Yesus adalah gambar Allah yang sempurna.  Demikian juga Ibrani 1 menyatakan Yesus adalah wujud Allah yang sempurna.

Ketika Yesus Kristus, Allah yang berinkarnasi menjadi manusia itu hadir di dalam dunia, maka kita melihat Allah yang sebetulnya tidak terlihat.  Bagi kita yang tidak memikirkan secara serius, kita tidak akan melihat ini sebagai sesuatu yang besar, tetapi jika kita serius memikirkan, maka kita akan memahami bahwa inkarnasi adalah peristiwa yang besar.  Allah yang tidak terlihat berkenan menjadi terlihat; Allah yang kudus  berdiam di antara manusia yang berdosa; tetapi manusia yang berdosa itu tidak mengalami kematian. Bukan cuma itu, Allah yang mulia itu rela menjadi manusia yang miskin dan terhina. Bahkan, Dia rela mati di atas kayu salib. Jika kita mempertimbangkan ini semua, maka kita menyadari bahwa inkarnasi adalah anugerah Allah yang luar biasa. Allah yang tidak terlihat mau menyatakan diri supaya terlihat dan dialami manusia melalui peristiwa inkarnasi.

Ketika Musa ingin melihat kemuliaan Allah, Dia menjawab, “… “Engkau tidak tahan memandang wajah-Ku, sebab tidak ada orang yang memandang Aku dapat hidup . . .”(Kel. 33:20-23). Tidak ada satu manusia berdosa pun yang dapat melihat Allah tanpa mengalami kematian. Hanya untuk melihat Allah, banyak peraturan dan kerumitan yang diberikan kepada Musa, supaya dia dapat   ‘melihat Tuhan’, itupun bukan melihat dalam arti sesungguhnya.  Tetapi melalui peristiwa inkarnasi Yesus Kristus, Allah tinggal di antara manusia berdosa, bisa dipegang oleh orang-orang pada zaman itu, bahkan yang hina sekalipun diterima oleh Dia.  Ini adalah anugerah besar bagi kita.  Allah yang sama dan yang tidak terlihat itu mau berelasi dan bersekutu dengan kita.   Dia mau memampukan kita menikmati Dia.  Patutlah kita bersyukur  dan  terus menerus belajar memandang dan mencari wajah Dia. Tuhan memberkati.